Senin, 25 November 2024

KSPSI Desak DPR Beri Pertimbangan Matang soal Diterima atau Tidak Perppu Cipta Kerja

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Yorrys Raweyai Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI). Foto : Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Yorrys Raweyai Ketua Umum DPP Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) mengatakan, pada penghujung 2022, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja.

Dalam pernyataan resmi Pemerintah, kata Yorrys, diterbitkannya Perppu tersebut antara lain didasari atas pertimbangan kebutuhan mendesak dalam mengantisipasi kondisi global, baik terkait ekonomi maupun geopolitik.

Meski demikian, lanjut dia, penerbitan Perppu tersebut mengundang polemik dari berbagai kalangan, khususnya kalangan pekerja, baik secara personal maupun kelembagaan.

“Hal itu tidak terlepas dari polemik sebelumnya yang mengiringi prosedur pembentukan UU No. 11 Tahun 2021 tentang UU Cipta Kerja dan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU-XVIII/2022 tanggal 25 November 2021, yang menyebut UU tersebut bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” ujar Yorrys dalam keterangannya, Rabu (11/1/2023).

Putusan tersebut juga menyatakan bahwa UU Cipta Kerja sebagai konstitusional bersyarat dan memerintahkan DPR dan Presiden untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu 2 (dua) tahun.

Menyikapi polemik yang muncul di khalayak publik terkait penerbitan Perppu tersebut, menurut Yorrys, DPP KSPSI telah melakukan Rapat Harian pada tanggal 5 Januari 2023 dan menghasilkan keputusan di antaranya menyayangkan lambatnya respons DPR dan Pemerintah dalam menindaklanjuti Putusan MK untuk melakukan perbaikan atas UU Cipta Kerja hingga turut andil dalam terciptanya berbagai kekhawatiran yang menjadi pertimbangan kebutuhan mendesak untuk menerbitkan Perppu Cipta Kerja.

“Mendesak DPR untuk melakukan pertimbangan yang matang, rasional dan komprehensif terkait muatan Perppu Cipta Kerja sebelum memberikan keputusan memberikan persetujuan (menerima) atau tidak memberikan persetujuan (menolak) Perppu Cipta Kerja,” kata Yorrys.

KSPSI juga mendesak Presiden untuk mengakomodasi polemik yang terjadi di kalangan masyarakat, khususnya dari kalangan pekerja dan organisasi-organisasi serikat pekerja, terkait penerbitan Perppu Cipta Kerja, dengan tujuan agar tidak terjadi bias informasi tentang muatan-muatan Perppu Cipta Kerja, sebagaimana yang nampak terjadi dalam polemik UU Cipta Kerja pada tahun 2020 sebelumnya.

Kata dia, KSPSI melihat perlunya mengaktifkan intensitas dialogis dalam lingkaran tripartit (Pemerintah-Pengusaha-Pekerja) dalam penyusunan peraturan dan perundang-undangan yang berdampak langsung pada kondisi ketenagakerjaan agar tidak menuai polemik-polemik baru yang justru memperkeruh situasi sosial, ekonomi dan politik dan mempengaruhi kondisivitas iklim perekonomian nasional, khususnya bagi peningkatan kesejahteraan tenaga kerja.

“Mendesak Pemerintah untuk secara aktif memperhatikan dan menindaklanjuti persoalan-persoalan ketenagakerjaan, khususnya aspek pembinaan dan pengawasan tenagakerjaan di tingkat praktis dan lapangan yang hingga saat ini masih diliputi berbagai kekurangan yang berimbas secara langsung pada kualitas dan kapasitas pekerja, baik secara personal maupun kelembagaan,” jelasnya.(faz/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
28o
Kurs